Putri Dalam Angan

Desiran angin memasuki kamarku. Belaian lembutnya mengelus lembut leherku. Kutatap pantulan wajahku di cermin besar ditengah kamar. Kamu tahu inilah hari yang telah lama kamu tunggu putri, decakku dalam hati. Kini putri tak hanya sekedar namaku, tapi tampilanku pun sudah bersanding dengan sosok putri pada umumnya. Putri qudsy firmansyadina itulah nama lengkapku. Pantulan wajahku di cermin menampilkan sosok wanita muda dengan make up flawless-nya, minimal tapi tampilan maksimal. Gaunku pun sederhana tapi tetap menunjukan keanggunan. Inilah hari yang telah lama ku tunggu. Sebulan sebelum hari ini, aku tetap sibuk dengan kerjaan dan rutinitas harianku, dua minggu sebelum hari ini aku mulai stress dan gampang tersulut emosi. Seminggu sebelum hari H, aku mengambil cuti tahunanku. Minggu itu seluruh saudara-saudara dari keluarga ayah dan ibuku semakin sering berkunjung ke rumah, entah untuk menanyakan kabar kesiapan maupun sekedar obrolan santai dengan ayah ibu.

Hari ini adalah hari dimana mimpi menjadi nyata. Mimpi siapa? Mimpi semua perempuan terutama mimpiku. Bagaimana aku mewujudkannya? Tentu tak mudah. Aku menunggu hari ini sejak 20 tahun lalu. Ini adalah mimpi masa kecilku sejak berumur tujuh. Mimpi sederhana bagi anak perempuan ketika kecil. Aku tak berfikir untuk menjadi wanita karir, koki, fashion designer, apalagi presiden, terlalu tinggi mimpiku. Mimpiku hanya mewujudkan hari ini. Empat belas februari dua ribu delapan belas menjadi tanggal bersejarah dalam hidupku. Titik balik hidup perempuan yang sering dibilang manja menye-menye. Hari ini memang sering diperingati sebagai valentine’s Day, aku tak pernah merayakannya walau aku sering minta dibelikan coklat oleh kedua abangku pada bulan februari terlebih pada tanggal itu, karena banyak promo coklat, itu saja. Walau hari ini hari bukan akhir pekan, tapi tanggal ini tanggal bersejarah untukku. Bagaimana aku bisa sangat menginginkan hari ini? Dimulai dari waktu itu.

“putri, nih makan aku gak suka”

“apaan nih?”

“coklat seperti kesukaanmu”

“kok putih? Katanya coklat”

“itu namanya white chocolate , gimana sih masa gak tau”

“gak mau, gak suka, coklat ya coklat, mana ada coklat warnanya putih, ambil balik nih” kusodorkan kembali tiga batang benda yang katanya coklat tapi dari luar saja kemasannya sudah berwarna putih. Ku langkahkan kakiku bersiap meninggalkan dia, sahabatku sejak aku lahir, begitu cerita orangtuaku. Aku dan dia sudah dikenalkan sejak kami lahir, umur kami hanya terpaut satu tahun dan tanggal lahir kami hanya berselang dua hari dibulan yang sama, februari. Orangtua kami bertetangga dan akrab, karena sama-sama pendatang di kota ini.

“putri tungguin aku dong!”

“mau ngapain sih pulang sana uda sore,aku mau pulang juga”

“bareng kan rumah kita deketan, lagian ini coklatnya bawa pulang aja, kalo kamu gak mau kasih abang kamu aja”, langkahnya sudah menyeimbangi langkahku.

“kasih aja sendiri” jawabku tidak peduli.

Dia adalah anak laki-laki yang sepertinya aku pun tak menganggap dia laki-laki, kami pernah mandi bersama, walau itu dulu kata ibuku, sekarang kami sudah dilarang mandi bareng lagi, kami pernah tidur siang bareng, itu juga dulu kata ibuku sekarang sudah dilarang juga. Namanya Rian ananda Zakaria. Dari namanya saja kamu sudah bisa tahu dia anaknya siapa kan? Tepat, dia anak dari bapak Zakaria. Dan jadilah dia anak yang paling mudah untuk diledek saat kami sekolah dasar, dengan panggilan nama bapak. Begitukan salah satu bahan becandaan anak sembilan puluhan, becanda manggil dengan nama bapak. Sesampainya kami dirumahku, ryan menyodorkan coklat itu kepada abang pertamaku, babang acul, panggilan kesayangan dariku. Babangku yang tak bisa menolak segala cemilan manis menerimanya dengan sumringah.

“makasih adik kecil, ibu adikku tuker aja sama ryan bu, si uti pulangin ke rumah ryan aja”

Mataku melotot memandangi abangku, sambil berlari menuju ayahku, mengadu. Beliau hanya tertawa, menyambutku dengan pelukan dan berkata, “ibu kalo uti dituker kita dapat uang berapa ya bu buat kembaliannya?” Aku pandangi lelaki itu dengan mata hampir berkaca-kaca, dan ayah dan ibuku hanya menggelak tawa. Ayahku kemudian mengecup keningku, dan mulai bertanya, apa cita-citaku. Aku diam agak lama, cita-cita itu apa, ibu pernah menjelaskan padaku, cita-cita itu keinginan kita dimasa datang, keinginan yang paling ingin dicapai dan menjadi nyata. Aku menjawab “ aku ingin bersama ryan terus seperti ayah dan ibu, walau ryan suka gangguin aku, tapi dia baik, kalo aku minta gemblok, dia mau gemblok, kalo aku minta beliin coklat, dia belinya banyak, kalo aku minta tungguin, dia mau nungguin, pokonya kalo bareng ryan, aku enak deh”.
Ayah ibuku saling pandang, babang aculku pun yang usianya beda enam tahun denganku, dan mereka tertawa, kemudian mereka bertanya pada ryan,
“ryan kamu emang mau bersama putri hingga nanti besar?” Ryan agak lama menjawab pertanyaan itu, kemudian suaranya terdengar,
“mau kok yah, asal babang acul sama babang jeje mau main bola terus sama ryan dan ngelindungin ryan dari preman yang suka mintain uang depan komplek sini”. Ayah dan ibu tertawa abangku juga. Bertahun berlalu dan kami tetap tumbuh bersama. Banyak suka duka dalam persahabatan kami.

Anak lelaki itu tumbuh dengan penuh pesona. Bulu-bulu halus yang memunculkan efek seksi seorang pria. Jambang, kumis, jenggot, brewok itu tumbuh menghiasi wajahnya, menambah pesona maskulinnya. Tubuh tinggi besarnya membuatku sangat nyaman bersender di sampingnya. Ingin rasanya kupeluk tiap saat ketika aku bahagia terlebih saat duka. Dada bidangnya pasti muat untuk memelukku erat. Ah pikiranku nakal, dia adalah sahabatku sejak kecil. Entah kapan benih-benih cinta mulai bertebaran. Aku tak ingat bagaimana rasa itu menghinggap dalam otak. Mungkin aku mulai jatuh hati padanya semasa kuliah. Kami tak pernah menyadari perasaan kami hingga suatu hari, kami memilih universitas berbeda, dia ambil jurusan arsitektur aku pilih farmasi, jurusan kami yang jauh berbeda obrolan kami pun semakin banyak bahasannya. Waktu itu aku pernah berpacaran dengan seniorku di kampus, dari jurusan berbeda, karena fakultas kami bersebalahan dan kantin yang kami kunjungi berada ditengahnya. Aku mengagumi sosok lelaki ini, hingga aku lupa betapa bergantungnya aku dengan ryan. Tak lagi aku minta anter oleh ryan, minta temenin nonton dengan ryan, minta jemput apalagi. Masa pedekate enam bulan dengan Rio, itulah namanya, membuatku menerima ajakan berpacaran dengannya. Ryan tak suka dengan lelaki pilihanku. Kata dia, tampang penjahat, playboy pernyataan dia didukung oleh kedua abangku. Tapi perempuan ini tetap keras kepala dan tetap lanjut berpacaran dengan rio. Kami pacaran hingga menjelang semester tujuh kuliahku. Tak kudengar ryan punya kedekatan dengan perempuan lain selain diriku sejak dua tahun aku berpacaran dan mulai tak seintim dulu dengan ryan. Kekhawatiran ryan menjadi nyata, saat ryan menemaniku pergi ke gr**edia, aku melihat rio berjalan mesra dengan seorang cewek di trotoar, mereka asik mengobrol dan bercanda, si cewek mencubit manja lengan rio, dan rio membalas dengan mengelus kepala si cewek, aku kaget dan marah, saat itu aku baru saja selesai beli crepes ice cream yang ada di depan toko buku tersebut, reflek kakiku berjalan keluar menuju arah pasangan itu, aku mempercepat jalanku, dan setelah berusaha menyamai langkah mereka, aku mencolek punggung rio dan reflek menjejalkan crepesku ke wajahnya. Aku balik badan meninggalkan rio dengan cewek itu yang masih saja rio memanggil namaku, aku ajak ryan pulang padahal buku yang aku cari belum kudapat. Hari itu aku patah hati, patah hati pertama dan berniat tak pernah mengalaminya lagi.

Kepada ryan lah aku kembali. Kembali menyandarkan kekosongan hati dan kepenatan hidup diri ini. Dialah sosok lelaki yang selalu ada siap setia menemaniku disaat aku membutuhkan. Hari kelulusan kami menjelang, ryan wisuda bulan april dan aku agustus di tahun yang sama. Aku sudah menyiapkan hadiah spesial untuknya dan aku sudah memilih hadiah yang harus ryan belikan untukku saat aku wisuda nanti, curang, biarin, sama ryan ini. Dua tahun berselang dari kelulusan kuliah kami, aku dan ryan sudah bekerja, aku beruntung dapat bekerja di kementrian kesehatan sebagai pegawai kontrak, ryan bekerja di perusahaan konsultan design interior sembari membuka bisnis kecil-kecilan, dia senang terhadap furniture handmade dari kayu. Hingga pada suatu hari ryan mengajak ku nonton film marvel, film favoritnya, dan bercerita bahwa dia telah menemukan wanita pujaannya. Entah kenapa saat itu juga jantungku seakan berdetak lebih cepat dari biasanya, dan bibir ini seakan malas untuk berucap sepatah kata. Aku hanya bisa memasang wajah seolah sumringah. Selamat ya dan tepukan dipunggungnya yang bisa aku lakukan saat itu. Begitu sampai dipintu rumah aku beralasan dengan ryan kalo aku sudah lelah dan bersiap bangun pagi untuk besok bantu ibu masak buat arisan keluarga. Malam minggu itu cerah tapi hatiku seakan ada petir yang mencetar. Sejak malam itu ryan mulai sibuk dengan kerjanya juga pacarnya. Dan aku menyibukan diri, sudah ada tiga lelaki yang kutolak dengan alasan ingin langsung menikah tanpa pacaran, padahal hati ini tak kunjung menemukan ketertarikan apalagi keyakinan dengan lelaki mana ingin menggenapi hidup. Hingga suatu hari ryan berkunjung kerumah dengan membawakan sekotak coklat favoritku. Dia bergabung dengan keluargaku, tentu itu bukan hal yang canggung karena kegiatan ini sudah berlangsung dari kami lahir.

Ryan bercerita bila dia akan melamar pacarnya, seluruh keluargaku memandang sembunyi-sembunyi kearahku, terlebih kedua abangku, mereka merasa tersaingi dan kecolongan start. Babang acul yang sudah menginjak 33 tahun serta babang jeje yang telah berusia 29 tahun belum juga menunjukan niatan untuk berumah tangga, mereka masih saja asik bermain PS saat malam minggu dan menindasku di minggu pagi untuk membeli sarapan. Mereka berdua menyenggol bahuku dan pinggangku karena aku duduk diantara mereka berdua, aku hanya berujar” waaaaah paraaaah lu, kasih pelangkah apa lu ke abang acul m bang jeje?” disertai tawaku yang kuyakin terdengar garing kala itu.

Akhirnya lamaran ryan telah dilakukan di tanggal 11 maret 2017. Aku dan keluarga ikut menemani. Entah getaran apa yang terjadi di hati ini. Tak ada rasa senang sedikitpun, tetapi hanya jantung yang tak pernah bisa untuk berdetak normal, apa aku menunjukan gejala aritmia?. Tanggal pernikahan direncanakan di bulan juli di tahunn yang sama. Aku membantu mengurus undangan dan souvenir pernikahan serta seragam keluarga. Jodoh memang tak ada yang tahu, saat akad belum diucap maka kalian belum resmi menggenap. Saat aku sedang mengurusi pendistribusian undangan, 18 hari sebelum hari pernikahan ryan, ponselku berbunyi, terdengar suara ryan dari sebrang,
“put gak usah kamu urusin lagi undangannya dan orang yang bakal nyebarin”

“lho kenapa yan? Everything’s ok?”

“aku kerumah kamu sekarang”, telepon ditutup.

Aku bertanya apa ada masalah, apa pernikahan ini batal, tiba-tiba kalimat itu melintas dalam pikiranku ada rasa jangan sampai hal buruk terjadi tapi dilubuk hati terdalam, ada rasa lega disana. Apa aku jahat? Tidak. Malam itu menjadi malam panjang, ryan begadang di rumah menceritakan yang terjadi kepadaku dan kedua abangku, ayah ibu sedang kerumah saudara di bandung baru pulang minggu sore besok. Bulan berganti, undangan yang telah lolos cetak telah berubah menjadi abu, souvenir dan seragam dijual kembali, bagaimana bisa, itu hebatnya babang jeje dalam segi pemasaran, seenggaknya gak rugi rugi banget, walau gak untung yang penting kejual lagi, begitu yang ryan bilang.

Hingga akhirnya sampai dipenghujung 2017, aku dan keluarga tidak pergi liburan tahun ini begitupun keluarga ryan, akhirnya kami semua hanya barbeque-an di halaman belakang rumah ryan, tiba-tiba saat aku sedang membolak balikan sosis yang dibakar, ryan menghampiriku, dan berkata, “ put kita nikah aja yuk”

Aku kaget tetapi ada bunga-bunga yang mulai menghujani sekelilingku, begitulah keadaanku bila divisualisasi. aku hanya bisa menjawab, “jangan becanda, aku aduin sama ayah dan babang lho”.

’Aku serius, kita nikah bulan februari nanti tepat di hari ulang tahunmu” ryan berkata mantap.

Aku males kalo mesti nyari-nyari lagi, capek, mending sama yang uda ada aja, kamu” lanjutnya.

“yauda bilang gih sama ayah ibu dan babang, sama papa mama juga” entah apa yang kupikirkan tapi tak ada keraguan dalam pernyataanku.

Sekarang sudah bulan februari tanggal dua, berarti 12 hari menuju hari dimana cita-cita masa kecilku akan terwujud nyata. Aku menyetir sendiri mobilku, ryan sedang sibuk menangani klien yang datang dari jepang, jadilah aku sendiri. Kedua abangku sedang sibuk, masih sibuk dengan kerjanya, mereka bilang nanti juga nikah bu tenang aja, cowo ganteng kerjaan mapan ga bakalan ditolak begitu ngelamar, begitu jawabnya bila ditanya ibu. Arogannya. Kamis malam ini menunjukan pukul 22.20 aku begitu lelah, ku tunggu lampu hijau menyala, pedal gas ku injak, tak disangka ada motor yang memotong jalan dari arah berlawanan, aku tak sempat mengerem, dan brakk, suara hantaman keras, aku tak tahu suara itu dari berasal dari depan atau belakang mobilku.

Kubuka mata, hanya ada pendaran cahaya putih, aku hafal aroma ini, aroma desinfektan serta obat. Aku tahu aku sedang ada di bangsal rumah sakit. Ayah mama langsung menghampiriku yang sudah siuman. Ibu berkata, istirahat putriku sayang, kamu harus lekas pulih.

Hari ini adalah hari yang kutunggu, setelah semua yang kualami. Aroma wangi ini, membuat suasana nyaman. Gaun putihku ini, riasan ini dan lagu yang diputar ini, semua seperti yang direncakan. Ibu, bagaimana aku sekarang sudah sah menjadi seorang istri dan calon ibu setelah akad diucapkan. Ku edarkan pandangan mencari sosok ryan, tapi tak ada.

“ibu ryan kemana? Kok ga ada? Dia ke toilet?”

“Putri, istirahat aja dulu ya sayang”

“Tapi ryan kemana bu?”

“Putri, ryan uda meninggal, motor yang kamu tabrakan sama kamu adalah ryan, maaf ibu harus kasih tau ini sekarang”

“Ga mungkin bu, aku baru saja menikah hari ini, ini cincin pernikahanku”

“Kamu hanya bermimpi sayang, sekarang pun masih tanggal delapan”

Aku hanya membisu, serasa ada bom melubangi hati dan pikiranku mendengar pernyataan ibu. perayaan apa barusan? Aku harap aku cepat bangun dari mimpiku, mimpi yang entah mana yang nyata. Aku tak ingin percaya yang tak ingin kupercaya.

Komentar

Postingan Populer